menua

malam ini sang bulan
menggugurkan daun-daun coklatnya
yang kian lama kian menua.

bagaimana bisa? kamu protes,
di bulan tidak ada angin!
apalagi pohon! lanjutmu.

ah, malangnya nasib kita sebagai manusia.
tiap-tiap jiwa dipaksa hidup tanpa pilihan
dan terus terjebak dalam realita.

amin.

kamarku (3)

aku hanya ingin menjadi setetes
air yang jatuh dari langit
dengan pasrah, mencium
sebongkah batu karang.

kemudian aku pecah,
lalu aku hilang, dan
kembali pulang.

hidup cuma sebatas ini.

amin.

pagi ini

pagi ini, di kamar mandi
aku bingung sendiri.

yang mana ingus? yang mana dahak? yang mana mani?
semuanya hangat menempel erat di lantai.

pagi ini, di kamar mandi
aku linglung kembali.

aku ambil segayung air dan mendorong mereka
berenang ke mampat selokan yang sama.

pagi ini, di kamar mandi
aku merenung lagi.

apakah aku akan mengalir di atas sungai?
akankah aku berakhir di laut mati?

pagi ini, di kamar mandi
najis pikiranku mengendap murni.

amin.

rakus

malam ini tidak ada,
maka hilangkan segala
perasaan.

gelap telah lenyap
kosong telah musnah
sunyi telah hancur

semuanya habis dilumat waktu
yang juga telah jadi mayat.

kamu begitu rakus, hingga
seluruh lubang hitam yang ada
di jagat raya, tak mampu
penuh mengisi perutmu.

sudah kembali saja ke tempat asalmu
di balik cermin, dan berdiamlah di sana
sampai mawar mekar dan nafasmu habis,

baru kita bisa kembali menjadi satu.

amin.

dirimu

akhirnya aku kehabisan metafora
untuk menggambarkan betapa
manisnya dirimu, jiwa dan raga.

setiap kali memandang parasmu
senyuman muncul dipancing waktu,
imaji tersekap selamanya di pikiranku.

kamu sudah utuh, kamu telah padu,
aku penuh acuh, kamu sungguh dirindu.
aku tidak mau melewatkan dirimu lagi dan menjadi buntu.

maka pasrahkan dirimu dikuasaiku,
ikhlaskan aku bulat-bulat melahapmu
agar tak ada lagi yang namanya sendu.

biarkan bait-bait ini saling berseru
dan memaksa cinta untuk cemburu
pada kamu dan aku, yang hangat bersatu.

amin.

meraung

akhir minggu, tengah malam menjelang
berganti hari, senar-senar gitar meraung
ratusan kaki bergetar mengetuk lantai yang bergoyang
ruangan dilahap asap, jutaan pikiran lepas, bergaung.

sepasang manusia dipeluk bait, jemari saling terkait
panggung panas, punggung basah, berdua mandi keringat.

tidak perlu lagi kata-kata
yang sudah kehilangan makna
relakan kuping dipenuhi irama
biarkan mata yang berbicara

lirik lalu tersenyum, ia datang menyapa:
my jinji don't you cry, this world out of time.

dan bibir kemudian bertanya:
siapa bisa menaklukkan waktu?

dada terbuka, hati menjawabnya:
sang kekasih.

amin.